I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keanekaragaman
salinitas dalam air laut akan mempengaruhi jasad-jasad hidup akuatik melalui
pengendalian berat jenis dan keragaman tekanan osmotik. Salinitas menimbulkan
tekanan-tekanan osmotik. Pada umumnya kandungan garam dalam sel-sel biota laut
cenderung mendekati kandungan garam dalam kebanyakan air laut. Jika sel-sel itu berada di lingkungan dengan
salinitas lain maka suatu mekanisme osmoregulasi diperlukan untuk menjaga
keseimbangan kepekatan antara sel dan lingkungannya. kebanyakan binatang
estuarin penurunan salinitas permulaan biasanya dibarengi dengan penurunan
salinitas dalam sel, suatu mekanisme osmoregulasi baru terjadi setelah ada
penuruan salinitas yang nyata (Mahyuddin, K, 2011).
Osmoregulasi merupakan
suatu fungsi fisiologis yang membutuhkan energi, yang dikontrol oleh penyerapan
selektif ion-ion yang melewati insang dan pada beberapa bagian tubuh lainnya
dikontrol oleh pembuangan yang selektif terhadap garam-garam. Kemampuan
osmoregulasi bervariasi bergantung suhu, musim, umur, kondisi fisiologis,jenis
kelamin dan perbedaan genotif (Affandi, 2002).
Osmoregulasi adalah
pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi kehidupan ikan sehingga
proses-proses fisiologis berjalan normal Menurut Affandi (2002), ikan mempunyai tekanan
osmotik yang berbeda dengan lingkungannya, oleh karena itu ikan harus mencegah
kelebihan air atau kekurangan air, agar proses-proses fisiologis di dalam
tubuhnya dapat berlangsung dengan normal.
Ketika suatu organisme
air (ikan) dimasukkan kedalam suatu lingkungan dengan salinitas yang berbeda.
Maka proses osmoregulasi akan lebih cenderung tinggi di bandingkan dengan
lingkungan awalnya. Mengapa? Karena dalam proses ini organisme air tersebut
akan cenderung mengontrol keseimbangan dalam tubuhnya. Oleh karena itu, jika
pada kondisi tersebut organisme air tidak dapat menetralkannya maka akan
berdampak pada fungsi kehidupan organisme itu sendiri (Kusrini, E. 2007).
Sedangkan pada ikan bandeng dewasa memilki daya adaptasi
yang baik dalam mengatasi perubahan salinitas yang semakin tinggi atau semakin
rendah , namun walaupun demikian memiliki batas tolerensi tertentu dan waktu
yang lama akan menghadapi dehidrasi atau mengalami turgor sehingga menyebabkan
kematian
Ikan
Bandeng yang masih benih mengalami
kesulitan dalam toleransi terhadap perubahaan salinitas yang tinggi ataupun
rendah karena belum terbiasa dengan perubahan salinitas tersebut (Affandi,
2002).
1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari kegiatan
praktikum ini adalah mengamati pengaruh salinitas yang berbeda terhadap proses
osmoregulasi pada organism air (Ikan)
Manfaat dari kegiatan praktikum ini
adalah mahasiswa secara langsung dapat mengetahui pengaruh salinitas yang
berbeda terhadap proses osmoregulasi ikan
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Burhanuddin,
A. (2008) klasifikasi dan Morfologi ikan bandeng (Chanos chanos ) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Vertebrata
Class : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Family : Chanidae
Genus : Chanos
Species : Chanos
chanos
Gambar 1. Morfologi Bandeng (Chanos chanos)
(Sumber:
Anonim, 2011)
Bandeng mempunyai
penampilan yang umumnya simetris dan berbadan ramping, dengan sirip ekor yang
bercabang dua. Mereka bisa bertambah besar menjadi 1. 7 m, tetapi yang paling
sering sekitar 1 meter panjangnya. Mereka tidak memiliki gigi, dan umumnya
hidup dari ganggang dan invertebrata. insang terdiri dari tiga bagian tulang,
yaitu operculum suboperculum dan radii branhiostegi. seluruh permukaan tubuhnya
tertutup oleh sisik yang bertipe lingkaran yang berwarna keperakan, pada bagian
tengah tubuh terdapat garis memanjang dari bagian penutup insang hingga ke
ekor. Sirip dada dan sirip perut dilengkapi dengan sisik tambahan yang besar,
sirip anus menghadap kebelakang. Selaput bening menutupi mata, mulutnya kecil
dan tidak bergigi, terletak pada bagian depan kepala dan simetris. Sirip ekor
homocercal. alat pernapasan tambahan terletak di bagian kepala (Puspowardoy,
2003).
Menurut Burhanuddin, A.
(2008) klasifikasi dan Morfologi ikan bandeng (Chanos chanos ) adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Filum : Vertebrata
Class
: Pisces
Ordo
: Ostariophysoidei
Family
: Claridae
Genus
: Clarias
Spesies
: Clarias gariepinus
Gambar 2. Morfologi Lele (Clarias gariepinus)
(Sumber: Anonim, 2011)
Ikan-ikan marga Clarias
ini dikenali dari tubuhnya yang licin memanjang tak bersisik, dengan sirip
punggung dan sirip anus yang juga panjang, yang terkadang menyatu dengan sirip
ekor, menjadikannya nampak seperti sidat yang pendek. Kepalanya keras menulang
di bagian atas, dengan mata yang kecil dan mulut lebar yang terletak di ujung
moncong, dilengkapi dengan empat pasang sungut peraba (barbels) yang amat
berguna untuk bergerak di air yang gelap. Lele juga memiliki alat pernafasan
tambahan berupa modifikasi dari busur insangnya. Ikan ini memiliki kulit
berlendir dan tidak bersisik (mempunyai pigmen hitam yang berubah menjadi pucat
bila terkena cahaya matahari, dua buah lubang penciuman yang terletak
dibelakang bibir atas, sirip punggung dan dubur memanjang sampai ke pangkal
ekor namun tidak menyatu dengan sirip ekor, panjang maksimum mencapai 400 mm.
Pada ikan lele, gonad ikan lele jantan
dapat dibedakan dari ciri-cirinya yang memiliki gerigi pada salah satu sisi
gonadnya, warna lebih gelap, dan memiliki ukuran gonad lebih kecil dari pada
betinanya. Sedangkan, gonad betina ikan lele berwarna lebih kuning, terlihat
bintik-bintik telur yang terdapat di dalamnya, dan kedua bagian sisinya mulus
tidak bergerigi. Sedangkan organ – organ lainya dari ikan lele itu sendiri
terdiri dari jantung, empedu, labirin, gonad, hati, lambung dan anus (Fujaya,
Y. 2004)
2.2.
Habitat dan Penyebaran
Larva bandeng merupakan
bagian dari komunitas plankton di laut lepas yang kemudian hidup dan
berkembang, hidup di perairan pantai berpasir, berair jernih dan banyak
mengandung plankton, serta bersalinitas 25-35 0/00 . larva
berumur lebih dari 25 hari atau disebut juga nener, hidup di perairan pantai
berkarang atau pantai berlumpur, berair jernih yang kadang-kadang ditumbuhi
vegetasi campuran atau mangrove, namun subur dan bersalinitas 25-35 0/00
Penyebaran
Ikan Bandeng yang sangat luas, yakni dari pantai Afrika Timur sampai ke
Kepulauan Tuamutu, sebelah timur Tahiti, dan dari Jepang Selatan sampai
Australia Utara. Namun demikian, ikan bandeng jarang tertangkap sebagai hasil
laut (Marshall, W.S., dan M. Grosell. 2006)
Ikan lele yang hidup di
indonesia banyak ditemui di sawah, sungai, kolam, empang, rawa-rawa dll. Ikan
lele mudah beradaptasi pada lingkungan yang cukup keras. Air bekas limbah rumah
tangga, air berlumpur. Air yang baik untuk hidup dan berkembang biak ikan lele
adalah air yang mengalir. Air yang digunakan untuk ternak ikan lele dapat
berasal dari air sumur, air ledeng , air hujan, air sungai dll. Hidup pada Ph
6,5-7,5 dan pada suhu 25-30 0C
Ikan
lele banyak ditemukan di Benua Afrika dan Asia Tenggara. Komoditas perikanan
ini terdapat di perairan umum yang berair tawar. Penyebaran lele di Asia, yaitu
negara Indonesia, Thailand, Filipina, dan Cina. Ikan lele di beberapa negara,
khususnya di Asia telah diternakkan dan dipelihara di kolam, seperti Indonesia,
Thailand, Vietnam, Malaysia, Laos, Filipina, Kamboja, Birma, dan India. Ikan
Lele di Indonesia secara alami ditemukan di Kepulauan Sunda Besar maupun
Kepulauan Sunda Kecil (Marshall, W.S., dan M. Grosell. 2006).
2.3.
Reproduksi
Bandeng memijah secara
alami pada tengah malam sampai menjelang pagi. Pemijahan bandeng berlangsung
secara partial yaitu telur yang sudah matang dikeluarkan, sedang yang belum
matang terus berkembang di dalam tubuh untuk pemijahan berikutnya. Dalam
setahun, satu ekor bandeng dapat memijah lebih dari satu kali. Siklus reproduksi bandeng dimulai dari
perkembangan gonad yang berdasarkan nilai Gonade Somatic Indeks (GSI), diameter
telur dan penampakan histologis gonad terbagi atas muda (immature), berkembang
(developing), matang (mature), siap pijah (gravid) dan salin (spent). Bobot
gonad pada fase matang berkisar 10-25 % berat tubuh.
Indikator pemijahan
adalah bandeng jantan dan betina beriringan dengan posisi jantan berada di
belakang betina. Pemijahan lebih sering terjadi pada saat pasang rendah dan
fase bulan seperempat. Telur bandeng ditetaskan di perairan sedang sampai hangat
dengan suhu 26o sampai 320 C dengan salinitas air 29-34 o/oo.
Di alam, telur
berbentuk bulat dengan diameter 1,10-2,25 mm, tidak memiliki gelembung lemak,
ruang perivitelin sempit, berasal dari hasil pemijahan induk bandeng di
perairan pantai atau relung karang. Telur yang telah dibuahi menetas pada suhu
27-31 0 C dalam waktu 25-35 jam setelah pembuahan, kemudian terbawa
arus ke arah pantai (Mahyuddin, K, 2011).
Lele berkembang biak
secara ovipar (eksternal), yaitu pembuahan terjadi di luar tubuh. Artinya,
spermatozoa membuah telur di luar tubuh ikan. Untuk membuahi telur, spermatozoa
harus bergerak. Spermatozoa pada induk jantan tersebut bersifat immotile dalam
cairan plasmanya dan akan bergerak apabila bercampur dengan air.
Pertemuan
gamet jantan dan betina ini akan membentuk zigot sebagai cikal bakal menjadi
generasi baru. Perkembangan gamet jantan (sperma) maupun betina (ovum) diatur
oleh hormon sejenis gonadotropin. Dengan bertelur,
mula-mula ikan yang berlainan jenis berenang berpasangan sambil menari-nari.
Pelepasaan telur dari induk betina diikuti pelepasan sperma oleh induk jantan,
lalu terjadi pemijahan di dalam air (pemijahan eksternal). Telur yang dibuahi
akan menetas dalam waktu 20 jam. Induk betina akan berjaga di sarang sampai
anak lele mandiri, sedangkan induk jantan langsung pergi setelah pemijahan.
Seekor betina dapat menghasilkan 1 000 – 4 000 butir telur setiap kali
pemijahan (Hernowo. A dan Suyanto R. 2006)
2.4.
Makanan dan Kebiasaan makan
Larva bandeng
aktif makan pada siang hari (diurnal feeder) sampai berumur 15 hari, baru pada
21 hari dapat makan pada malam hari. Larva mulai makan sesaat setelah mata
berpigmen penuh dan saat mulut membuka (54 jam setelah menetas) dan sebelum
kuning telur diserap sepenuhnya. Lebar bukaan mulut larva 225 mikron dan
panjang rahang 200 mikron. Larva memangsa makanannya sekaligus danmenelannya
bulat-bulat.
Gelondongan bandeng
lebih banyak makan pada siang hari daripada malam hari. Jenis makanan yang
dimakan adalah alga (cyanobacteri, diatom, detritus, dan alga hijau berfilamen)
dan hewan (udang kecil dan cacing). Karena kebiasaan mencerna makanan asal
lapisan atas sedimen dasar, bandeng termasuk dalam kelompok iliophagous.
Induk memangsa alga
ataupun hewan dengan jalan menyaring menggunakan saringan insang sambil
berenang di antara kumpulan plankton yang padat atau kumpulan anak ikan.
Kadang, juga memakan alga yang menempel di karang dan benih kerang yang menempel
pada rumput laut (Fujaya, Y. 2004)
Lele mempunyai
kebiasaan makan di dasar perairan atau kolam (bottom feeder). Berdasarkan jenis
pakannya, lele digolongkan sebagai ikan yang bersifat karnivora (pemakan
daging). Di habitat aslinya, lele makan cacing, siput air, belatung, laron,
jentik-jentik serangga, kutu air, dan larva serangga air. Karena bersifat
karnivora, pakan tambahan yang baik untuk lele adalah yang banyak mengandung
protein hewani. Jika pakan yang diberikan banyak mengandung protein nabati,
pertumbuhannya lambat (Anonim, 2012)
Lele bersifat kanibalisme, yaitu sifat
suka memangsa jenisnya sendiri. Jika kekurangan pakan, lele tidak segan-segan
memangsa kawannya sendiri yang berukuran lebih kecil. Oleh karena itu jangan
sampai terlambat memberinya makan. Sifat kanibalisme juga ditimbulkan oleh
adanya perbedaan ukuran. Lele yang berukuran besar akan memangsa ikan lele yang
berukuran lebih kecil (Mahyuddin. K, 2011).
2.5.
Osmoregulasi
Osmoregulasi adalah
pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang dilakukan oleh organisme air untuk
mengatur kehidupannya sehingga proses-proses fisiologis berjalan normal. Ikan
mempunyai tekanan osmotik yang berbeda dengan lingkungannya, oleh karena itu
ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air, agar proses-proses
fisiologis di dalam tubuhnya dapat berlangsung dengan normal (Marshall dan Grosell, 2006).
Proses
osmoregulasi ini terjadi karena adanya pengaturan konsentrasi ion-ion konsentrasi cairan tubuh, dimana proses ini
juga membutuhkan energi. Bila ikan air tawar dimasukkan dalam medium air laut
maka yang akan terjadi adalah pemasukan air dalam tubuh ikan dari medium dan
juga berusaha mengeluarkan sebagian garam-garam dari dalam tubuhnya. Bila ikan
tidak dapat melakukan proses ini, maka sel-sel ikan akan pecah (turgor) dan
jika terjadi sebaliknya ikan akan kekurangan cairan atau biasa disebut
dehidrasi (Fujaya, 2004).
Tujuan
utama osmoregulasi adalah untuk mengontrol konsentrasi larutan dalam tubuh
ikan. Apabila ikan tidak mampu mengontrol proses osmosis yang terjadi, ikan
yang bersangkutan akan mati, karena akan terjadi ketidakseimbangan konsentrasi
larutan tubuh yang akan berada di luar batas toleransinya (Takeuchi, dkk., 2002).
Ada tiga pola regulasi ion dan air,
yakni : (1) Regulasi hipertonik atau hiperosmotik, yaitu pengaturan secara
aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media,
misalnya pada potadrom (ikan air tawar). (2) Regulasi hipotonik atau hipoosmotik,
yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari
konsentrasi media, misalnya pada oseandrom (ikan air laut). dan (3) Regulasi
isotonik atau isoosmotik, yaitu bila konsentrasi cairan tubuh sama dengan
konsentrasi media (Takeuchi, dkk.,
2002).
Gambar 3. Sistem Osmoregulasi pada Ikan
(Sumber :
Anonim, 2011)
Pada
gambar 3 sebelumnya, kita dapat melihat perbedaan antara osmoregulasi ikan air
tawar dan ikan air laut. jika dilihat dari sistem keseimbangannya, ikan air
tawar termasuk hipertonik karena tekanan osmotik lingkungan lebih rendah di
bandingkan dengan tekanan osmotik lingkungan
sehingga untuk melakukan proses osmoregulasi ikan air tawar lebih banyak
melakukan pembuangan urine. Hal ini dilakukan karena untuk mengontrol
keseimbangan garam-garam yang ada dalam tubuhnya. Sedangkan pada ikan air laut
karena bersifat hipotonik maka lebih cenderung banyak minum agar garam-garam di
dalam tubuhnya tetap netral sehingga tidak terjadi yang namanya dehidrasi
(Takeuchi, dkk., 2002).
III.
METODE
PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Kegiatan
praktikum ini dilaksanakan pada hari sabtu, 28 April 2012 pada pukul
15.00-16.00 Wita. Bertempat di
laboratorium A Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum osmoregulasi ikan
dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Alat dan bahan yang
digunakan dalam praktikum osmoregulasi ikan adalah :
No
|
Alat
dan Bahan
|
Kegunaan
|
1
2
|
Alat :
-
Toples
Besar
-
Refraktometer
-
Seser
-
Stopwach
Bahan :
-
Benur Ikan Bandeng (Chanos chanos)
-
Benih Ikan Lele (Clarias gariepinus
-
Air Laut
-
Air Tawar
|
Sebagai
wadah untuk pengamatan
Alat
Pengukur salinitas
Mengambil
benur atau benih ikan
Menghitung
waktu
Hewan
uji dalam osmoregulasi
Hewan
uji dalam osmoregulasi
Media
hidup suatu organisme air
Media
hidup suatu organisme air
|
3.3.Prosedur
Kerja
-
Siapkan 6-12 wadah (toples) yang bersih
dan beri label masing-masing : 0, 10,15 ,20 , 25 dan 30 ppt
-
Masing-masing wadah diisi dengan air
dengan salinitas sesuai dengan konsentrasi label pada wadah
-
Ukurlah salinitas air//media asal
organisme yang dijadikan sebagai hewan uji
-
Masukkan secara perlahan 3-5 ekor hewan
uji ke dalam tiap wadah dan amati tingkah lakunya.
-
Lakukan pengamatan selanjutnya setiap 15
menit selama satu jam dan catat semua tingkah lakunya.
-
Catat hasil pengamatan pada tabel yang
telah disediakan
4.2.
Pembahasan
Menurut (Fujaya,
2004), Osmoregulasi merupakan pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang dilakukan
oleh organisme air untuk mengatur kehidupannya sehingga proses-proses
fisiologis berjalan normal. Osmoregulasi ini dilakukan untuk menjaga ikan
tersebut agar tetap bertahan hidup.
Organisme hewan air (Ikan) tawar dan air laut sangatlah berbeda artinya
bahwa ketika kedua organisme ini dimasukkan kedalam habitat yang berbeda (bukan
habitat asalnya) maka proses osmoregulasi akan bertambah tinggi. Hal ini
terjadi karena adanya penyesuaian cairan tubuh dengan lingkungannya. Beberapa
spesies ikan mampu beradaptasi dengan salinitas yang tinggi maupun rendah namun
tetap memiliki batas toleransi, semakin lama suatu organisme hewan air (ikan) pada
salinitas tertentu maka akan cenderung melakukan osmoregulasi yang tinggi ,
sehingga akan mengeluarkan energi yang banyak dan dalam jangka tertentu akan
menyebabkan kematian pada organism hewan air (ikan) itu sendiri
Berdasarkan hasil
pengamatan yang telah dilakukan pada benur/nener ikan bandeng . Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa pada menit 0-15 dengan salinitas 0- 30 ppt
pergerakan ikan masih terlihat aktif atau belum menandakan adanya perubahan
yang signifikant pada tingkah lakunya. Hal ini terjadi karena media baru yang
ditempatinya cenderung masih sama dengan habitat awal, implikasinya bahwa benur
/nener ikan bandeng memiliki adaptasi yang baik dengan lingkungan tersebut. Hal
ini juga sesuai dengan pernyataan Romimohtarto dan Juwana, (2006) bahwa setiap
organisme walaupun menempati habitat atau salinitas yang berbeda pada waktu
yang singkat masih mampu melakukan adaptasi dengan lingkungannya.
Sedangkan pada menit 15-30 dengan
salinitas 0 ppt dan 10 ppt tingkah laku ikan mulai terlihat berbeda dari
tingkah laku yang sebelumnya, sebagian benur ikan bandeng pada wadah ada yang
berenang aktif, tidak terlalu aktif dan ada yang mengalami stress. Pengamatan pada salinitas
15 ppt tingkah laku benur ikan bandeng dalam kondisi tidak berenang aktif dan
sebagian benur yang lain mengalami stress. Hal ini terjadi karena benur sudah
mengalami kesulitan dalam mengahadapi tolerenasi
salinitas yang berbeda. Kemudian benur ikan bandeng yang berada pada salinitas
20 ppt pergerakan renangnya semakin lambat, benur ikan ini sudah mengalami
kesulitan dalam mengkodisikan kondisi lingkungan dengan keadaan cairan dalam
tubuhnya (Hipoosmotik), semakin tingginya salinitas di lingkungan memicu proses
osmoregulasi yang tinggi sehingga energi yang terdapat pada benur ikan bandeng
banyak yang keluar karena kebutuhan untuk proses osmoregulasi yang semakin
tinggi. Sedangkan pada salinitas 25 ppt Pergerakan ikan semakin lambat , bahkan
ada yang berusaha untuk naik kepermukaan untuk mengambil oksigen di permukaan,
namun dalam jangka tertentu sebagian benur ikan bandeng mengalami kematian.
karena tidak mampu mentolerir perubahan salinitas yang semakin tinggi. Benur-
benur ikan bandeng yang terlihat diam atau pergerakannya lambat menandakan
bahwa adaptasi yang dilakukan sudah melebihi batas toleransi terhadap
lingkungan dengan keadaan cairan sel dalam tubuhnya hal ini juga berdampak pada
hilangannya cairan dalam tubuhnya
semakin banyak garam-garam yang masuk kedalam tubuhnya mendorong keluarnya
cairan di dalam tubuhnya (Turgor).
Sedangkan Benur-benur ikan bandeng yang naik kepermukaan berusaha untuk
mendapatkan o2 di permukaan
karena semakin tinggi salinitas suatu perairan maka semakin tinggi
kebutuhan tingkat oksigen sehingga memicu
proses osmoregulasi yang tinggi. Hal ini terjadi karena lamanya ikan di
suatu lingkungan yang berbeda (baru) mempengaruhi aktivitas tingkah laku
organisme itu sendiri, sehingga memicu terjadinya proses osmoregulasi yang
tinggi.
Kemudian pada salinitas
30 ppt yang terjadi pada tingkah lakunya adalah
Pergerakan dan arah renangnya Berada dalam keadaan normal dan bergerak aktif.
Walaupun teori menjelaskan bahwa semakin tinggi salinitas maka kebutuhan
oksigen semakin tinggi akan tetapi sebagian organisme khususnya ikan bandeng
mampu mentolerir terhadap perubahan salinitas yang berbeda atau tinggi. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Effendi, (2002) bahwa organisme yang bersifat
eurihaline mampu melakukan adaptasi dengan salinitas lingkungan yang tinggi.
Disisi lain dari hasil
pengamatan yang kami lakukan pada benur/nener ikan bandeng, khususnya pada
salinitas 20 ppt dan 25 ppt tidak
sejalan dengan apa yang diungkapkan Effendi, (2002), pada kedua salinitas
tersebut seharusnya semua benur/nener ikan bandeng mampu mentolerir perubahan
salinitas yang tinggi, namun sebaliknya sebagian benur/nener ikan bandeng
ditemukan dalam keadaan mati. Kemungkinan hal ini terjadi pada saat memasukan
salinitas kedalam wadah tidak sesuai dengan sampel yang tertera pada wadah.
Pengamatan selanjutnya dilakukan
pada benih ikan lele hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada menit 0-15 menit
dengan salinitas 0, 10, 15, 20, 25, dan 30 ppt benih ikan ini masih dalam keadaan normal
atau pergerakannya masih aktif . namun setelah diamati pada salinitas 15 ppt
benih ikan ini mulai mentolerir perubahan salinitas, tingkah laku yang terjadi
adalah sebagian ikan naik kepermukaan untuk mengambil oksigen dan sebagian yang
lain pergerakannya lambat. Artinya bahwa proses osmoregulasi mulai berjalan karena akibat salinitas yang semakin tinggi
pula. Selanjutnya setelah memasuki salinitas 20 tingkah laku benih ikan lele semakin
jelas, hal ini terlihat pada tanda-tanda benih ikan yang semuanya mengalami
stress. Memasuki salinitas 25-30 ppt semua benih ikan mengalami kematian. Hal
ini terjadi karena benih ikan lele tersebut
tidak mampu lagi beradaptasi dengan salinitas yang terlalu tinggi.
Memasuki menit ke 30 dengan salinitas 0-15 ppt, semua benih ikan pergerakan
renangnya terlihat sangat lambat atau terlihat diam di dasar perairan (wadah)
kemudian setelah memasuki salinitas 20 semua benih ikan lele mengalami stress,
dan akhirnya mengalami kematian pada salinitas 25-30 ppt. Hal ini sejalan
dengan pernyataan (Mahyuddin. K, 2011)
bahwa semakin tinggi salinitas suatu perairan proses osmoregulasi yang terjadi
di dalam tubuh semakin tinggi, sehingga dalam jangka waktu yang lama adaptasi
tubuh ikan tidak dapat mentolerir tekanan osmosis yang tinggi sehingga cairan
tubuh ikan akan keluar yang pada akhirnya akan mengalami turgor (menyusut) dan
mati. Selain itu ikan lele bersifat stenohaline artinya tidak mampu beradaptasi
dengan salinitas lingkungan yang tinggi.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil
kegiatan praktikum ini adalah :
-
Osmoregulasi adalah pengaturan tekanan
osmotik cairan tubuh yang dilakukan oleh organisme air untuk mengatur kehidupannya
sehingga proses-proses fisiologis berjalan normal.
-
Pada Nener ikan Bandeng (Chanos chanos) bersifat eurihaline
karena mampu mentolerir perubahan salinitas yang tinggi. Meskipun beberapa
nener mangalami stress.
-
Pada benih ikan lele (Clarias gariepinus) bersifat stenohaline
sehingga tidak mampu mentolerir salinitas yang semakin tinggi sehingga
menyebabkan benih tersebut mati semua
-
Perbedaan salinitas sangat mempengaruhi
laju proses osmoregulasi pada ikan.
5.2.
Saran
Adapun saran yang bisa
kami sampaikan pada kegiatan praktikum kali ini adalah sebaiknya di sediakan
buku penunjang di atas meja agar ketika melakukan kegiatan praktikum kita bisa
membandingkan anatara praktikum yang kami lakukan dengan hasil praktikum dari
buku penunjang. Hal ini dilakukan agar kita dapat mengetahui apakah kegiatan
praktikum yang kami lakukan sesuai atau tidak dalam buku tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim,
2012. Kebiasaan Makan Ikan
Lele. Diakses pada
tanggal 23 April 2012
………., 2011. Jenis-jenis Ikan Tawar. Diakses pada
tanggal 29 November
2011
Affandi
R dan Sulistiono, 2011. Ichtiology.
CV. Lubuk Agung : Bandung
Burhanuddin, A.
2008. Morfologi dan Anatomi Hewan Air.
Yayasan Dwi Sri : Bogor
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta : Jakarta.
Kusrini, E. 2007. Adaptasi Fisiologis Terhadap Salinitas. Rineka Cipta : Jakarta
Hernowo.
A dan Suyanto R. 2006. Pembenihan dan pembesaran ikan lele.
Penebar Swadaya : Jakarta
Mahyuddin,
Kholish, 2011. "Panduan Lengkap Agribisnis Lele",
Penebar Swadaya :Jakarta
Marshall,
W.S., dan M. Grosell. 2006. Ion transport, osmoregulation, and acid-base
balance. In the Physiology of Fishes, Evans, D.H., and Claiborne, J.B. (eds.).
taylor and Francis Group.
Puspowardoy,
2003. Pembenihan dan Pembesaran Ikan Bandeng. Rineka Cipta : Jakarta
Romimohtarto
dan Juwana, 2006. Biologi Laut.
Erlangga : Jakarta
Takeuchi,
K., H. Toyohara, dan M. Sakaguchi. 2000. Effect of hyper- and hypoosmotic
stress on protein in cultured epidermal cell of common carp. Fisheries Science
66: 117-123.
LAPORAN
PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
PRAKTIKUM I
(OSMOREGULASI)
OLEH :
NAMA : ASHAR JUNIANTO
STAMBUK :
I1A1 10 050
PROG
STUDI : M
S P (Genap)
KELOMPOK :
III (Tiga)
ASISTEN : RAHMANSYAH, S.Pi
PROGRAM
STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
HALUOLEO
KENDARI
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar